Tahap ke-2 Mencari Referensi-referensi Yang Relevan

Nama: Syafa zahra sholehati 
Npm: 202246500781
Kelas : R3K


1. Kajian Karya Seni Lukis Vincent Van Gogh “The Chairs”

-Sumber ; https://repository.maranatha.edu/198/1/imaji%2002.pdf

-Objek; Lukisan van gogh The chairs 

-Teori / pendekatan ; Teori warna Sir Isaac dan Eugene

teori warna yang dicetuskan oleh Sir Isaac dan juga Eugene Chevreul. Dimana Newton merupakan salah satu ilmuwan yang pertama kali meneliti tentang proses terjadinya pembentukan sebuah warna. Pada tahun 1671-an, Ia menemukan asal muasal warna saat menyorotkan cahaya pada prisma yang kemudian menghasilkan warna pelangi. Percobaannya tersebut menunjukkan bahwa warna berasa dan ada di dalam cahaya. Kemudian disusul dengan teori pembagian warna berdasarkan warna prime dan juga proses pencampurannya dengan tujuan untuk membentuk warna-warna lain.

Pengelompokan warna tersebut pada akhirnya berdampak cukup drastis terhadap karya-karya yang diciptakan oleh seniman Impresionis. Mereka meninggalkan sebuah gagasan yang menggunakan warna hitam atau coklat untuk membuat sebuah bayangan. Sebagai gantinya, seniman Impresionis menggunakan Teori Warna Newton untuk membuat sebuah bayangan yang beranggapan bahwa sebenarnya warna hitam itu tidak ada. Warna hitam hanyalah sebuah tanda bahwa suatu objek kurang memperoleh cahaya. Maka dari itu, mereka menggunakan warna kebalikan untuk membuat warna bayangan.


Analisis :

Kedua lukisan kursi Vincent van Gogh dan Paul Gaguin adalah yang paling sering dianalisis dari semua karya Van Gogh. Dr. Jan Hulsker berkomentar, “Ada beberapa karya Vincent yang dituliskannya pada suratnya saat tahun terakhir”. Pasangan lukisan ini menarik banyak perhatian karena interpretasi symbol yang terkandung di dalamnya. Van Gogh sendiri mendiskusikan karyanya ini pada beberapa suratnya, tetapi tidak memasukkan detail interpretasi arti dari lukisannya. Pada surat 626a (10/11 Februari 1890). yang ditujukan pada kritikus G. Albert Aurier, Vincent mendeskripsikan kursi 
Gauguin sebagai “kayu coklat kemerahan yang suram, kursi dari jerami kehijauan, lilin dan penyangganya serta novel modern.” 

Kesimpuluan; 

Disimpulkan bahwa makna simbolik dari kedua lukisan kursi tersebut tidak lain adalah persepsi tentang diri personal apa yang dia lihat dalam dirinya dan Gauguin, dan menuangkannya ke dalam bentuk sepasang kursi. Sesuatu yang berlawanan dapat mengisi satu sama lain. Selama hidupnya, Van Gogh hanya berhasil menjual 1 karyanya. Tetapi karya Van Gogh menjadi terkenal seiring dengan waktu. Banyak bentuk lain. ataupun gambaran ulang dari sepasang karyanya, terutama lukisan Vincent’s
chair.

2.  The Precious Night

-Sumber ; https://senirupaikj.ac.id/ruang_pamer/desain-mode-busana/the-precious-night/

-Objek; lukisan Stary Night Van gogh pada pakain 

-Teori / pendekatan ; Teori mimesis aristoeles yang mengaakan bahwa sini bkn hanya hanya meniru alam tetapi mempresentasikan ke dalam bentuk yang baru dan berbeda sesuai ciri khas seniman.

Analisis: 

Koleksi The Precious Night terinspirasi dari lukisan Starry Night karya Vincent Van Gogh, lukisan starry night ini memiliki teknik sapuan kuas yang terlihat dinamis, dramatis, berputar-putar. Langit seakan meliuk-liuk mengikuti alunan kurva yang dinamis diterangi oleh bintang-bintang yang berpijar. hasilnya adalah pemandangan malam yang sangat spiritual dan penuh dengan ekspresi emosi batin. koleksi ini mengusung style Arty off Beat dengan Look Edgy.

kesimpulan: 

karya ini terinspirasi menggunakan lukisan dari van gogh yang memiliki emosionisme dalam lukisan tersebu supaya pengguna dan pengamat dapat mrasakan emosi yang ingin disampaikan oleh seniman van gogh dengan lukisan ciri khas yang digunakan.

3. VAN GOGH, DARI IMPRESIONISME MENUJU POST- IMPRESIONISME

-Sumber ; https://adoc.pub/van-gogh-dari-impresionisme-menuju-post-impresionisme.html

-Objek; lukisan stary night van gogh 

-Teori / pendekatan ;  Melalui pengalaman estetis yang tidak dapat diperoleh dari kehidupan sehari-hari, seni mampu memberikan pengalaman emosi, pengalaman keindahan, atau pengalaman seni yang khas milik dirinya. Clive Bell menamakan kualitas seni yang demikian itu sebagai significant form. Penulis mewujudkan significant form melalui lukisanya yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam lukisan bergaya abstraksi. Figur-figur abstraksi dalam setiap lukisan dituangkan oleh penulis karena objek tersebut muncul dalam imajinasi penulis, selain itu objek tersebut juga selaras dengan tema yang diangkat. Adapun dalam hal teknik, penulis menggunakan bermacam-macam teknik, di antaranya adalah teknik basah, teknik opak dan teknik kering. Dalam lukisan yang mengedepankan kebentukan, tema atau konsep tidak menjadi hal yang urgen, meskipun demikian, kreator tetap harus memiliki dasar atau landasan yang kuat dalam pembuatan suatu karya seni. Membuat karya tugas akhir dengan tema “Significant Form Sebagai Ide Penciptaan Seni Lukis” memberikan banyak dampak positif terhadap penulis serta menciptakan keindahan emosi dalam bentuk visual yang artistik. Dua puluh karya diciptakan dengan penuh keseriusan dan sepenuh hati.

Analisis: 

Van Gogh, ..., Ganes Woro Retnani, FIB UI, 2013

sebagai objek yang berada di bagian paling depan objek-objek lain seperti pemukiman, gereja, bukit dan langit. Jika dianalisis dari sudut pandang pelukis, maka posisi pelukis tepat persis di depan pohon Cypress karena pohon Cypress memiliki porsi ukuran yang lebih besar di banding objek lain dan letaknya berada paling depan. Sesuai dengan prinsip perspektif dalam melukis, jika letak objek semakin jauh dari posisi pelukis, maka ukurannya juga akan semakin kecil. Sebaliknya semakin dekat objek tersebut dengan posisi pelukis, maka semakin besar pula ukuran objek tersebut. Ada kemungkinan pohon Cypress adalah refleksi diri Van Gogh. Berdasarkan teks-teks tua, Cypress merupakan simbol reproduksi di Eropa, namun kemudian dianggap sebagai simbol kematian dan keabadaian jiwa serta simbol berkabung (Shariyat Samsam, 2004).28 Jika dikaitkan dengan posisi Van Gogh berdasarkan perspektif melukis terhadap pohon Cypress dan juga berdasarkan makna simbol pohon Cypressnya, kemungkinan besar pohon Cypress dalam lukisan Starry Night merupakan refleksi diri Van Gogh. Jika dikaitkan dengan makna simbol Cypress pohon sebagai simbol kematian dan berkabung, melalui lukisannya ini Van Gogh ingin mengatakan bahwa dirinya hampir merasa mati dan dekat dengan kematian. Ia hidup tapi ia merasa tidak benar-benar hidup, seperti pohon Cypress yang dilukiskannya itu sebagai sebuah pohon yang hidup tapi tidak diketahui letak akarnya, hanya seperti pohon yang mengambang tanpa akar. Hubungannya dengan Van Gogh adalah Van Gogh merasa kehilangan esensi hidupnya dengan perjalanannya sebagai seorang pelukis yang karyanya tidak pernah menuai penghargaan 28

kesimpulan ; 

lukisan Van Gogh yang berjudul The Potato Eaters dan Starry Night dalam hubungan dengan aliran Impresionisme dan Post- Impresionisme, sekaligus gaya Van Gogh sebagai pelukis beraliran Post- Impresionisme. Makalah ini menggunakan pendekatan studi kepustakaan mengenai karakteristik Impresionisme dan Post- Impresionisme. Kata kunci: Impresionisme Van Gogh, Post- Impresionisme Van Gogh, The Potato Eaters, Starry Night.

ABSTRACT This paper is an analysis about Van Gogh and his two paintings with the title The Potato Eaters and Starry Night. This paper purpose is to know the characteristics of two of Van Gogh‟s paintings with the title The Potato Eaters and Starry Night in relation with Impressionism and Post- Impressionism and with Van Gogh‟s style as Post- Impressionism artist. This paper uses literature study approach of Impressionism and Post- Impressionism characteristics. Keywords: Van Gogh Impressionism, Van Gogh Post-Impressionism,The Potato Eaters, Starry Night.
 
4. Analisis Estetik Karya Seni Lukis Moel Soenarko yang Bertema Heritage

-Sumber ; https://ejournal.upi.edu/index.php/irama/article/download/21688/10945

-Objek; Lukisan heritage 

-Teori / pendekatan ; Teori warna Sir Isaac dan Eugene

Teori Kreatif Dalam menghasilkan sebuah ide atau gagasan dalam membuat karya seni, seniman pasti mengalami proses kreatif dalam pembuatan karyanya. Dimulai dari memikirkan sebuah konsep, mencari ide, stimulasi, dan kontemplasi. Banyak hal yang bisa menstimulus agar sisi kreatif dapat muncul, seperti kebiasaan, pola pemikiran, ciri khas, karakteristik, dan pola tindakan. Tidak hanya itu, dari sistem terfikir, sistem gagasan, dan sistem pengetahuan serta pengalaman juga mendukung itu semua. pendapat Agus Sachari [2] mengenai proses kreatif dikemukakannya sebagai kegiatan mental dan fisik yang dimulai dari dorongan awal berupa ide kreatif atau gagasan, hingga sentuhan akhir.

Analisis: 

Moel Soenarko memilih tema wong cilik dan heritage dalam lukisannya. Jika ditelusuri lebih mendalam berdasarkan latar belakang pembuatan karya, kedua tema tersebut tidak benar-benar terpisah dan berbeda. Dari segi visual memang terlihat berbeda antara tema heritage dan wong cilik. Brian Graham dan Peter Howard memaknai heritage sebagai penyelamatan secara selektif material masa lalu dan warisan budaya. Dimana salah satu cakupannya adalah kenangan yang masuk dalam kategori warisan tak berwujud atau intangible. Kenangan dapat terbentuk dari sifat dalam memaknai kebudayaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan. Ada makna sosial yang terbentuk dari proses interaksi seseorang dengan orang lain atau melalui proses sosialisasi. Ada pula makna individual yang lahir dari pengalamanpengalaman pribadi seseorang. Begitu pula Moel Soenarko, karya-karyanya lahir dari pengalaman perjalanan hidupnya. Sebagai ungkapan rasa syukur terhadap keagungan Tuhan atas karya yang telah diciptakan oleh umat-Nya dan segala yang telah Moel terima dalam hidupnya.  Deskripsi Ide Kreatif Moel Soenarko dalam Lukisan yang Bertema Heritage

Kesimpulan:

Dalam menentukan konsep berkarya lukis dengan tema heritage, Moel Soenarko melewati beberapa tahapan dalam mencapainya. Hal tersebut dikenal dengan proses ide kreatif. Berdasarkan teori Graham Wallas, beberapa tahapan tersebut yaitu tahap persiapan, tahap pengeraman, tahap pencerahan, dan tahap pembuktian. Pada tahap persiapan, dimana beliau memikirkan dan mengeksplorasi sebuah ide untuk menghasilkan sebuah karya lukis dengan tema heritage. Munculnya sebuah ide memerlukan adanya stimulan yang berasal dari dalam diri Moel (faktor internal) dan dari luar diri (faktor eksternal). Faktor internal yang memengaruhi munculnya sebuah ide bagi Moel Soenarko yaitu kenangan. Kenangan tercipta berdasarkan pengalaman pribadi, interaksi sosial, dan masa sejarah, serta rasa empati yang tertanam dalam dirinya. Faktor internal didukung dengan adanya faktor eksternal seperti melakukan observasi dan wawancara, membaca artikel. Faktor-faktor internal yang tersimpan di dalam memori alam bawah sadar, bisa dikatakan telah memasuki tahap pengeraman atau inkubasi.


5. Analisis KARYA SENI LUKIS FAIZIN

-Sumber ; https://www.neliti.com/publications/250780/karya-seni-lukis-faizin-periode-2009-2014

-Objek; Lukisan fauzin

-Teori / pendekatan ; Teori mimesis aristoeles yang mengaakan bahwa sini bkn hanya hanya meniru alam tetapi mempresentasikan ke dalam bentuk yang baru dan berbeda sesuai ciri khas seniman.

Analisis: 
Faizin adalah pelukis otodidak yang lebih banyak belajar dari pengalaman berkunjung pada pelukis-pelukis khususnya pelukis senior, salah satunya Bapak Awiki, Bapak Widayat, Bapak Mozes Misdi, juga beberapa seniman lukis di Bali dan Faizin juga sering melihat pameran-pameran di dalam maupun di luar Banyuwangi. Kecintaannya pada seni terlihat sejak kecil Faizin sudah mulai menggambar dan mengerjakan banyak keterampilan yang bersifat seni.Dari situlah Faizin mulai tertarik dengan seni hingga beranjak dewasa Faizin semakin terlatih dalam membuat karya seni khususnya seni lukis. Dalam berkesenian Faizin juga sering bertukar pendapat atau berdiskusi tentang seni lukis, banyak teman-teman akademisi yang biasa diajak diskusi dalam membahas karya yang tentunya juga mengapresiasi karya-karya pelukis hebat dunia, seperti awal beliau mengenal Vincent van Gogh, Picasso, Modegliani dan Maestro dalam negeri seperti Sudjojono, Hendra Gunawan, Affandi, Sudjono Kerton. Banyak yang Faizin pelajari dari mengenal seniman-seniman tersebut dari mulai konsep, ide, tema, teknik, gaya, dan lain-lain.Tidak berhenti disitu, walaupun Faizin seniman otodidak, Faizin juga pernah berpameran bersama dengan teman-teman akademisinya seperti dr Kun Adyana yang mengajar sebagai Dosen lukis di ISI Denpasar, lalu Cokorda Wiraadmaja lulusan ISI Yogyakarta, itulah beberapa teman akademisi yang pernah pameran bersama sekaligus teman-teman berdiskusi Faizin. Kehidupan Faizin yang berada di tengah tengah lingkungan masyarakat menengah kebawah justru banyak melahirkan konsep atau ide-ide kreatif untuk di tuangkan ke dalam karyanya, hidup ditengah masyarakat yang sederhana di rasa lebih dinamis kehidupannya, terkadang rakyat selalu bergunjing tentang keadaan ekonomi yang sedang berlangsung sebagai kritik dalam pemerintahan yang terlukis dalam kehidupan rakyat yang berjuang untuk bertahan hidup. Konsep umum dalam karyanya, Faizin lebih suka melukis dengan objek kehidupan masyarakat di sekitarnya, problem-problem sederhana tentang rumah tangga, perjuangan mencari nafkah untuk keluarganya, juga aktifitas sehari-hari di pasar, di sudut-sudut kota menjadi inspirasi berkarya yang tidak ada habisnya, kadang-kadang Faizin olah menjadi kiasan-kiasan tetapi sering juga Faizin potret sebagai kenang-kenangan untuk menjadi pelajaran dalam mengarungi kehidupan dengan dinamikanya yang lebih cenderung harmonis, yang Faizin maksud adalah ditengah-tengah beratnya hidup masih ada keceriaan, suka cita, canda dan tawa masyarakat.

6. RELIGIUSITAS ISLAM PADA KARYA LUKIS TIGA SENIMAN MUDA BANDUNG

- Sumber ; https://jurnal.isbi.ac.id/index.php/atrat/article/view/1521

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; pada kajian ini menggunakan teori plato diman mengatakan bahwa sni merupakan tiruan  dari alam 

Analisis; 

Penelitian yang berjudul Religiusitas Islam pada Karya Lukis Tiga Seniman Muda Bandung, dibuat berdasarkan keterkaitan pada seniman yang memvisualisasikan nilai Islam atau hal-hal yang berhubungan dengan religiusitas Islam ke dalam karya seni lukis dan melibatkan seniman muda Bandung tahun 2000-an, dengan menelaah lebih dalam melalui tanda dan simbol yang ada pada lukisan. Diantaranya terdapat karya Yogie Ginanjar, Arkiv Vilmansa, dan Tandya Rachmat. Penelitian menunjukan bahwa, dari segi visual masing-masing seniman mempunyai cara tersendiri dalam menggambarkan dan memaknai hal-hal yang berhubungan dengan Islam. Yogi Ginanjar melalui gaya realis menyuguhkan simbol atau tanda dan pesan secara langsung yang identik dengan Islam, juga  menyisipkan figur di dalamnya. Selanjutnya Arkiv Vilmansa dengan gaya abstrak dan bahasa visual yang dinamis, menafsirkan makna sebuah proses perubahan diri atau perjalanan hijrah. Tandya Rachmat menggunakan teknik fotorealisme berupa objek still life yang mewakili hal-hal atau benda bersifat duniawi, bagaimana ia menuangkan hal itu pada karyanya dengan sudut pandang berbeda dengan sebelumnya.


7.  KAJIAN ESTETIKA PATUNG MONUMEN JENDERAL SUDIRMAN DI YOGYAKARTA

 - Sumber ; http://repository.isi-ska.ac.id/2481/1/Tesis%20Darumoyo.pdf

- Objek; Karya seni patung monumen jendral sudirman

- Teori / pendekatan ; pada kajian ini menggunakan teori plato diman mengatakan bahwa sni merupakan tiruan  dari alam . Teoritis, dapat ditemukan teknik menganalisa estetika penciptaan patung formal bergaya realistik. Sebagai patung formal harus memenuhi hakikat ekspresi estetik diri namun juga harus memenuhi prinsip pesanan.

Analisis: 

Ketika seni patung sebagai perwujudan ideal pikiran manusia, maka proses penciptaan tersebut ditambahkan persyaratan dan kebutuhan yang harus dikemas halus menjadi figur atau bentuk patung. Seni patung terwujud dalam bentuk tiga dimensi. Dimensi ketiga itulah yang senantiasa menjadi garapan pematung yaitu ‘kedalaman’ bentuk (But Muchtar, 1992:23). Bentuk pada seni patung merupakan unsur estetis yang paling utama dan paling kompleks dari dulu sampai sekarang masalah yang digeluti oleh pematung berpusat dan bertumpu pada penciptaan bentuk. Terkait dengan bentuk, yang paling jelas bahwa dalam setiap karya patung terdapat nilai “materialitas” yang menempatkan material sebagai bagian integral dari sebuah karya patung (Anusapati, 2000:25) Keberadaan seni patung Indonesia pada periode Seni Modernisme mulai mendapat pengaruh luar baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung pada masa kemerdekaan, penciptaan seni patung banyak dipengaruhi oleh politik, seperti halnya kesenian yang lain. Suasana politik ini juga mendapatkan pengaruh dari ‘konsep perjuangan’ sebagai nutfah sosial politik pada saat itu. Pada masa tersebut seni patung mencoba bangkit dengan meninggalkan persepsi kejayaan kesenian klasik di Yogyakarta. Pada saat itu, berkesenian di Indonesia berada pada masa transisi antara Barat dan tradisi

Kesimpulan:

etelah diadakan penelitian dengan fokus keberadaan patung, bentuk dan ekspresi seniman terhadap monumen Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta dapat disimpulkan : Pertama, kebaradaan patung monumen Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta merupakan ciri khas kota Yogyakarta sebagai kota perjuangan, sebagai media pembelajaran sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan pendidikan karakter bangsa, serta berfungsi sebagai penanda tempat para pahlawan yang gugur di medan perang dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Patung monumen sebagai karya seni rupa harus memenuhi kriteria estetika bentuk yaitu : kesatuan (Unity), kerumitan (Intensity) dan kesungguhan (Complexity). Keberadaan ketiga patung monumen Jenderal Sudirman di kota Yogyakarta karya Hendra Gunawan, Saptoto dan Dunadi memberi arti penting sebagai cerita sejarah perjuangan Jenderal Sudirman dari orang biasa (rakyat) yang diserahi tugas sebagai Panglima Militer pemimpin perang hingga akhir hayatnya sebagai seorang pahlawan dimakamkan






8. KAJIAN SEMIOTIKA MAKNA SIMBOLIK LUKISAN KUDA KARYA AGUS TBR

- Sumber ; https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/gorga/article/download/39923/19887

- Objek; Karya patung 

- Teori / pendekatan ; pada kajian ini menggunakan teori plato diman mengatakan bahwa sni merupakan tiruan  dari alam 

Analisis: 

Roland Barthes mengembangkan semiotika dengan tingkatan tanda dalam membaca sebuah tanda. Menurut Barthes dibalik makna denotasi terdapat kata-kata tertentu yang memiliki makna konotasi. Sehingga apabila konsep tersebut diterapkan dalam semiotika, denotasi dan konotasi adalah istilah untuk menerangkan hubungan penanda (signifier) dan petanda (signified). Selain itu Roland Barthes menunjukan makna yang lebih bersifat konvensional yaitu makna-makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos yang dimaksudkan dalam semiotika merupakan pengkodean makna dan nilai-nilai sosial sebagai sesuatu yang dianggap ilmiah. Mitos menghadirkan tanda yang menghubungkan secara asosiatif antara petanda (signified) dan penanda (signifier). Mitos merupakan sebuah tipe wacana, yang tidak hanya berupa narasi lisan, tetapi juga dapat mengambil bentuk representatif apa saja, antara lain: tulisan, fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, seni pertunjukan, periklanan, dan berbagai bentuk karya seni rupa lainnya (Barthes,1981:15). Tingkatan tanda, denotasi, konotasi, mitos dan ideologi dalam penelitian ini akan digunakan untuk membaca karya seni lukis Agus TBR. Lukisan kuda Agus TBR memiliki banyak tanda yang akan sangat menarik untuk dianalisis menggunakan tingkatan tanda denotasi, konotasi, mitos dan ideologi. Mengembangkan kemampuan menganalisis dengan semiotika sangat diperlukan karena banyak karya seni yang tidak berbicara dan hanya menekankan kemampuan teknik dalam proses penciptaan karya seni, sehingga banyak para penggiat seni rupa seperti seni lukis terjebak dalam kemampuan teknik saja dan tidak dapat menjelaskan makna akan lukisannya. Karena itu pentingnya kecerdasan dalam mengamati dan menganalisis sehingga kualitas karya seni lukis tidak hanya diukur dari tingkat kesulitan teknis berkarya seni akan tetapi tingkat kesulitan konsep, pemahaman konsep dan pembentukan konsep dalam berkarya seni lukis. Dengan pemahaman tersebut diharapkan dapat membuka wawasan dan konsep-konsep baru sehingga tidak lagi terjerat hanya pada kemampuan teknis.



9. ANALISIS BENTUK ESTETIS PADA PATUNG PAHAT BATU DI KAWASAN KARST CITATAH

- Sumber: https://openlibrarypublications.telkomuniversity.ac.id/index.php/artdesign/article/view/17675/17419

- Objek; Karya seni patung

- Teori / pendekatan ; SOSIOLOGI SENI adalah proses yang melibatkan seniman, karya seninya, dan masyarakat. Sebuah karya seni lahir sebagai manifestasi dari konteks sosial. budaya seorang seniman. Manifestasi yang sarat akan makna inilah yang kemudian dipamerkan, dan direspon oleh masyarakat. Respon masyarakat tidak hanya menentukan posisi sebuah karya seni dan seniman yang membuatnya dalam dunia seni. Respon masyarakat terlepas dari apapun bentuknya akan melebur dan menjadi bagian dari konteks sosial-budaya seorang seniman. SENI PATUNG Menurut Mikke Susanto (2011: 296) seni patung adalah sebuah tipe karya tiga dimensi yang bentuknya dibuat dengan metode subtraktif (mengurangi bahan seperti memotong, menatah) atau aditif (membuat model lebih dulu seperti mengecor dan mencetak) Secara umum corak pada patung di bedakan menjadi beberapa macam berdasarkan perwujudan dan bentuknya, yaitu: (1) Corak Imitatif merupakan representatif dari bentuk nyata alamnya seperti manusia, hewan, tumbuhan tanpa terpengaruhi oleh bentuk-bentuk abstrak. (2) Corak Deformatif memiliki bentuk yang sudah banyak perubahan dari bentuk aslinya seperti pada corak imitative. Bentuk-bentuk yang di ambil Nampak tidak persis seperti representasi bentuknyatanya tetapi sudah di olah dan di rubah berdasarkan ide pematung. (3) Corak Non- Figuratif Terlepas dari wujud tiruan yang ada di alam, patung ini merupakan perwujudan tidak nyata dari imajinasi yang bersifat abstrak.

Analisis: 
budaya seorang seniman. Manifestasi yang sarat akan makna inilah yang kemudian dipamerkan, dan direspon oleh masyarakat. Respon masyarakat tidak hanya menentukan posisi sebuah karya seni dan seniman yang membuatnya dalam dunia seni. Respon masyarakat terlepas dari apapun bentuknya akan melebur dan menjadi bagian dari konteks sosial-budaya seorang seniman. SENI PATUNG Menurut Mikke Susanto (2011: 296) seni patung adalah sebuah tipe karya tiga dimensi yang bentuknya dibuat dengan metode subtraktif (mengurangi bahan seperti memotong, menatah) atau aditif (membuat model lebih dulu seperti mengecor dan mencetak) Secara umum corak pada patung di bedakan menjadi beberapa macam berdasarkan perwujudan dan bentuknya, yaitu: (1) Corak Imitatif merupakan representatif dari bentuk nyata alamnya seperti manusia, hewan, tumbuhan tanpa terpengaruhi oleh bentuk-bentuk abstrak. (2) Corak Deformatif memiliki bentuk yang sudah banyak perubahan dari bentuk aslinya seperti pada corak imitative. Bentuk-bentuk yang di ambil Nampak tidak persis seperti representasi bentuknyatanya tetapi sudah di olah dan di rubah berdasarkan ide pematung. (3) Corak Non- Figuratif Terlepas dari wujud tiruan yang ada di alam, patung ini merupakan perwujudan tidak nyata dari imajinasi yang bersifat abstrak.


10. INTERAKSI SIMBOLIK DALAM LUKISAN “KAMPUNG KARO” KARYA RASINTA TARIGAN

- Sumber ; https://onesearch.id/Record/IOS5299.1796/TOC

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; pada kajian ini menggunakan teori plato diman mengatakan bahwa sni merupakan tiruan  dari alam 

Analisis: 

Rasinta Tarigan yang merupakan seorang seniman Karo, menggarap lukisannya berjudul “Kampung Karo” dengan romantisme kehidupan masyarakat Karo. Ia menekankan nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat Karo pada masa lampau ke dalam lukisannya. Lukisan ini memiliki tempat tersendiri untuk publik seninya, karena Rasinta secara khusus mempersembahkan karya ini untuk mereka yang memiliki latar sosial-budaya yang sama dengan gugus nilai yang terdapat di dalam lukisan tersebut. Komunikasi seni yang terjadi antara publik seni – lukisan – pencipta seni, terdapat interaksi di dalamnya dan menyebabkan proses interpretasi melalui simbol-simbol. Namun masih terdapat miskomunikasi atau mispersepsi oleh publiknya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkap makna dan bentuk interaksi simbolik pada lukisan agar meminimalisir kekeliruan dalam menginterpretasi sebuah karya. Metode penelitian yang digunakan ialah deskriptif kualitatif-interpretatif dengan teori interaksi simbolik oleh Herbert Blumer untuk menguraikan narasi makna serta bentuk interaksi simbolik yang terdapat dalam karya tersebut. Hasil penelitian ini disimpulkan bahwa karakteristik lukisan dapat langsung terlihat seperti rumah adat khas Karo yang ia letak pada center point, sehingga fokus publik seninya mengarah pada objek tersebut.Kajian Ini tidak lagi mengarah pada analisa formal, melainkan lebih pada apresiasi estetika simbolik atau pesan yang terkandung dalam lukisan tersebut. Kembali lagi, tentu publik seni yang mengapresiasi estetika simbolik tersebut ialah publik seni yang memiliki latar sosial-budaya yang sama sehingga terjadinya komunikasi seni yang baik dan benar.

Kesimpulan:

Rasinta Tarigan yang memang merupakan seniman Karo, menggarap karyanya yang berjudul “Kampung Karo” ini berlatarkan suasana kehidupan masyarakat Karo. Karakteristik lukisan tersebut dapat langsung terlihat seperti rumah adat khas Karo yang ia letak pada centre point, sehingga fokus publik seninya mengarah pada objek tersebut. Kemudian didukung dengan beberapa objek lainnya yang ia representasikan seperti pengantin adat Karo, griten, wanita yang memakai tudung pengantin Karo, kerbau sebagai hewan ternak mereka dan pria yang memainkan alat musik Karo disebut serune. Lukisan ini memiliki tempat tersendiri untuk publik seninya. Karena mulanya Rasinta menggarap karya ini memang dipersembahkan untuk publik seni yang khusus beragama Kristen dan berlatar belakang budaya Karo. Ini tidak lagi mengarah pada analisa formal, melainkan lebih pada apresiasi estetika simbolik atau pesan yang terkandung di dalam karya lukisan “Kampung Karo” tersebut. Kembali lagi, tentu publik seni yang mengapresiasi estetika simbolik tersebut ialah publik seni yang memiliki latar sosial-budaya yang sama sehingga terjadinya komunikasi seni yang baik dan benar.

11.SENI INTERMEDIA, LORO BLONYO, DAN PENGUATAN IDENTITAS KULTURAL

- Sumber ; file:///C:/Users/ASUS/Downloads/8.+Satriana+Didiek_ISISurakarta_Template.docx.pdf

- Objek; Karya seni patung liri blonyo

- Teori / pendekatan ; Seni intermedia mempraktikkan kerja seni sebagai proses interdisipliner yang tidak lagi mengacu pada konsep-konsep konvensional tentang medium seni rupa, khususnya dalam paradigma fine art (seni lukis, seni grafis, seni patung). Hal ini seperti pendapat Kusmara (2011: 81) yang menjelaskan bahwa media konvensional terdiri atas tiga jenis media yang terdiri atas drawing, lukis, dan patung. Seni media baru terdiri atas tiga media yaitu fotografi, video, dan seni digital, sementara silang disiplin seni (intermedia) mencakup dua jenis media yang berupa seni instalasi dan seni performans. Seni instalasi merupakan karya rupa yang terdiri atas gabungan berbagai media sehingga membentuk kesatuan baru dan menawarkan makna baru. Karya seni instalasi menjadi wujud nyata pembebasan seni rupa dari penggolongan seni lukis, seni grafis, seni patung, seni reklame, dan cabang-cabang seni rupa lainnya, serta penghapusan pandangan orang orang awam atas seni rupa menjadi seni murni-seni terap, seni tinggi-seni rendah, atau seni bebas-seni terikat (Ramadhani, 2017: 140).

Analisis:  

Patung loro blonyo sebagai bentuk pernyataan secara konkrit gagasan atau pandangan hidup Jawa. Secara vertikal patung merupakan susunan atau tahapan menuju ke-Esaan Tuhan, sedangkan secara imanen bagian bawah patung mencerminkan lima karakter atau watak Jawa yang dipercaya sebagai kerangka struktur gambaran pemahaman orang Jawa mengenai pandangan hidupnya. Dengan demikian loro blonyo menggambarkan filosofi orang Jawa dalam upayanya menyelaraskan keberadaannya dengan alam semesta dengan dzat yang kuasa agar menjadi insan yang hidup dan matinya sempurna yang dilandasi pada pemahaman terhadap sangkan paraning dumadi (Subiyantoro, 2009:173). Struktur loro blonyo berupa dua arca atau patung tiruan pengantin (Atmojo, 1994: 198), pria dan wanita dalam sikap duduk bersimpuh, mengenakan pakaian Jawa tradisional (Darsiti, 1989: 208), busana gaya basahan, yaitu busana ala pengantin Keraton, dimana pengantin pria mengenakan kain panjang yang disebut dodot dan bermahkota, tanpa mengenakan baju. Pengantin wanita mengenakan pakaian sama hanya tanpa mahkota, namun pada bagian tubuh atasnya dibalut kemben (penutup dada), keduanya dilengkapi dengan perhiasan (Setyawan, 2001: 45)

Kesimpulan:

Bentuk dan makna patung loro blonyo mampu memberikan rangsang cipta seni; sebagai sumber gagasan dan media ekspresi seni dalam proses penciptaan karya seni intermedia yang bersifat eksperimental. Patung loro blonyo dalam kontek seni rupa tradisi Jawa tidak hanya sebagai karya seni yang secara visual indah, tetapi punya fungsi ritual (kesuburan dan keselamatan). Ritus keselamatan menduduki peranan penting di dalam masyarakat Jawa. Slametan merupakan ritus yang mengembalikan kerukunan dalam masyarakat dan dengan alam rohani, yang dengan demikian mencegah gangguan-gangguan terhadap keselarasan kosmis. Kehadiran karya seni instalasi patung loro blonyo merupakan simbol keseimbangan hidup manusia dengan alam.



12. Katarsis Seni pada Lukisan “At Eternity’s Gate” Karya Vincent Van Gogh dalam Pandangan Kritik Seni

- Sumber ; https://journal.isi.ac.id/index.php/ars/article/view/5651
- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; 
Teori yang mengatakan seni merupakan tiruan obyek atau benda yang ada di alam dan sudah ada sebelumnya, merupakan pengertian dari teori mimesis. Mimesis dikemukakan oleh seorang filsuf ternama dunia bernama Plato. Ia menggunakan istilah "mimesis" sebagai bentuk representasi atau imitasi


Analisis: At Eternity’s Gate adalah sebuah lukisan minyak karya Vincent van Gogh yang dibuat pada tahun 1890 di Saint-Rémy de Provence. Lukisan tersebut diselesaikan pada awal Mei saat kesehatannya pulih dan sekitar dua bulan sebelum kematian-yang umumnya dianggap sebagai bunuh diri. Karena kasus bunuh diri yang dilakukannya maka penelitian ini bertujuan mengungkap tanda-tanda kondisi mental Vincent van Gogh melalui katarsis seni dalam karyanya. Pendekatan yang diampu ialah teori Kritik Seni Edmund Burke Feldman dalam bukunya “Art as Image and Idea” ke dalam 4 bagian yaitu deskripsi, analisis formal, interpretasi, dan evaluasi. Kritik seni merupakan salah satu cara untuk mengungkap dan memahami makna karya seni. Hasil penelitian mengacu kepada pemakaian warna kuning berlebih juga perpaduan biru sebagai representasi gejala gangguan mental yang dialami oleh Vincent van Gogh. Studi ini bisa dipakai untuk mengungkap makna dari ekspresi visual dari karya seni.



13. Tinjauan Karya Seni Lukis “Lucid Waves” Berdasarkan Teori Komunikasi

- Sumber ; https://jiip.stkipyapisdompu.ac.id/jiip/index.php/JIIP/article/view/1907

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; Aksioma komunikasi adalah suatu pernyataan tentang komunikasi yang diterima sebagai kebenaran dan bersifat umum, tanpa memerlukan proses pembuktian. Aksioma ini menjadi semacam kebenaran umum yang diakui oleh berbagai kalangan kendatipun tidak melewati proses pengujian dan pembuktian ilmiah. Itulah sebab, dalam studi komunikasi, pernyataan-pernyataan umum yang dianggap sebagai “sebuah kebenaran” lazim dikenal dengan istilah aksioma komunikasi.

Analisis: Ada berbagai macam cara manusia untuk mengekspresikan kesenian di muka bumi ini, semuanya tidaklah seragam. Perbedaan budaya, kondisi sosial, ekonomi, politik dan perbedaan alam sekitar akan membentuk seni yang berbeda dan beragam. Keragaman seni berkembang sesuai kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Salah satu ungkapan rupa atau manifestasi yang dapat kita jumpai adalah karya seni lukis, atau lukisan. Merupakan hasil karya manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara materi maupun demi kepuasan batin belaka. Seni rupa dapat dipahami sebagai produk atau sebagai kemahiran dan juga sebagi kegiatan mencipta atau kegiatan kreasi.

14. Kajian Tipologi Tanda pada Karya Seni Lukis Oesman Effendi

- Sumber ; https://jim.unindra.ac.id/index.php/vhdkv/article/view/5972/0

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; pada kajian ini menggunakan teori plato diman mengatakan bahwa sni merupakan tiruan  dari alam 


Analisis: 

Penelitian ini bertujuan untuk dapat memahami makna yang tersirat dalam karya lukisan Oesman Effendi (OE) dengan berdasarkan teori kajian tipologi tanda pada aspek trikotomi pertama (representamen), trikotomi kedua (objek), serta trikotomi ketiga (interpretan). Metode yang digunakan ialah deskriptif kualitatif-interpretatif, yakni memaparkan teori tipologi tanda guna mendeskripsikan makna pada karya lukisan OE dengan jelas dan secara terstruktur. Hasil penelitian menjelaskan bahwa representamen bersifat indrawi yakni dihadirkan dalam bentuk baru terinspirasi dari alam sekitar seperti suasana pantai, suasana pagi, keramaian, simbol dari kebudayaan maupun spiritual. Dalam aspek objek dihadirkan dengan bentuk non figuratif yang dikembangkan melalui naluri ataupun perasaan yang sedang dialami seniman. Berdasarkan aspek interpretan dihadirkan dalam bentuk sederhana alam sekitar seperti suasana keramaian, pantai, budaya/adat, dan keagamaan.


15. ANALISIS LUKISAN ‘ORANAMEN TROPIS’ KARYA JOKO PRAMONO DENGAN PENDEKATAN TEORI IKONOGRAFI DAN IKONOLOGI

- Sumber ; https://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/racana/article/download/5207/3673/16521

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; Dalam penelitian kualitatif ini, untuk mendapatkan ketepatan analisis maka perlu menggunakan pendekatan teori sejarah seni. Teori utama yang digunakan adalah teori ikonografi dan ikonologi. Meneliti dan memahami sebuah karya seni dapat dilakukan menggunakan tiga tahapan teori yang harus diteliti.

Analisis: 
'Ornamen Tropis' karya Joko Pramono merupakan lukisan dengan gaya surealis. Peneliti mengambil judul penelitian tentang lukisan surealis, karena lukisan surealis merupakan karya yang sulit dipahami oleh masyarakat umum karena lukisan surealis mengandung idiom bentuk dan simbol yang tidak bisa langsung dicerna. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan makna lukisan 'Hiasan Tropis' karya Joko Pramono. Penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah dengan teori utama ikonografi dan ikonologi. Sumber data dalam penelitian ini adalah pencipta, peneliti, dan pemerhati seni. Dengan menggunakan deskriptif kualitatif eksplanasi melalui data yang diperoleh dari proses pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi, wawancara langsung dan tidak langsung, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh dengan melakukan studi informan dan triangulasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lukisan Joko Pramono “Dekorasi Tempat” memiliki berbagai objek surealis seperti manusia berkepala burung, kepala burung yang disambungkan ke bambu, perempuan dengan tubuh berupa anyaman bambu. , para kurcaci menatap potongan puzzle, dan para peri. Dimana benda-benda tersebut mengandung beberapa makna, baik makna primer dengan alat konfirmasi sejarah, makna sekunder menggunakan alat konfirmasi sejarah, jenis dan makna intrinsik dengan alat konfirmasi sejarah budaya.
 
Kesimpulan:
Simpulan penelitian ini yang pertama mengenai berbagai pemaknanan visual lukisan ‘Ornamen Tropis’ karya Joko Pramono (2017) , yang terdiri dari makna faktual dan makna ekspresional. Makna faktual lukisan ini adalah objek manusia berkepala burung yang duduk disarang seperti menikmati waktu bersama keluarganya, pengembala yang duduk di atas sapi,tiga anak laki-laki memegang ikan, wanita berambut ungu yang memegang burung, sosok manusia berbadan anyaman, anak laki-laki yang menatap puzzle, sosok manusia yang tertidur di samping sofa, dan perempuan yang duduk mengamati sekitarnya. Berdasarkan sejarah gaya, lukisan tersebut dapat dikategorikan sebagai gaya surealis yang berkembang pada masa kontemporer. Penggambaran ekspresional dari seluruh objek tersebut mengungkapkan suatu kondisi merindukan alam yang subur atau sedang bernostalgia mengenai alam Indonesia yang dulunya masih terjaga dan banyak lahan hijau. Dalam hal penggayaan, lukisan ini dikatergorikan sebagai perpaduan gaya surealis dan realis. Simpulan yang kedua yaitu tentang tema yang diungkapkan dalam lukisan ‘Ornamen Tropis’ adalah perubahan gaya hidup lingkungan tempat tinggal seniman. Kemudian, konsep yang menjadi dasar penciptaan karya lukis ini berdasarkan alegori yang ditemukan adalah konflik sosiokultural. Memasuki abad 21dihadapkan berbagai persoalan sosial dan budaya, politik, ekonomi dan berbagai persoalan mengenai moralitas kehidupan. Simpulan yang ketiga, yaitu nilai simbolik yang diungkapkan dalam lukisan Joko Pramono, terutama dalam lukisan ‘Ornamen 

16. KAJIAN KARYA SENI PERFORMANS MELATI SURYODARMO

- Sumber ; https://media.neliti.com/media/publications/180012-ID-kajian-karya-seni-performans-melati-sury.pdf

- Objek; Karya seni SENI PERFORMANS MELATI

- Teori / pendekatan ; Metode penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan dan pengolahan data penelitian adalah metode analitis kualitatif yang fungsinya adalah menjelaskan mengenai terjadinya suatu peristiwa tertentu yang kemudian akan dianalisa berdasarkan teori-teori yang akan dikompilasi pada Bab II. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah teknik observasi dan studi pustaka. Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada sudut pandang seni rupa dengan menggunakan teori estetika, kritik seni rupa dan teori body politic Foucault

Analisis: 

Seni performans adalah suatu pertunjukan yang disuguhkan pada penontonnya, biasanya cabang seni ini bersifat interdisipliner atau melibatkan 2 atau lebih disiplin seni, akademik, maupun ilmiah. (Merriam-Webster Dictionary, 1991: 873) Seni performans dapat berupa suatu pertunjukan bernaskah maupun tidak, dirancang secara amat hati-hati ataupun spontan dengan atau tanpa partisipasi penontonnya. Pertunjukan tersebut dapat bersifat langsung ataupun direkam dan disiarkan melalui media video; Sang performer dapat hadir di tempat menyajikan karya seninya atau absen Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2 sama sekali. Cabang seni ini dapat dilangsungkan dalam situasi apapun selama mengandung 4 unsur utama, yakni waktu, ruang, tubuh (atau kehadirannya dalam suatu media), serta relasi antara sang performer dan hadirinnya. Seni performans adalah suatu pertunjukan yang disuguhkan pada penontonnya, biasanya cabang seni ini bersifat interdisipliner atau melibatkan 2 atau lebih disiplin seni, akademik, maupun ilmiah. (Merriam-Webster Dictionary, 2008: 873) Seni performans dapat terjadi dimanapun selama apapun, tidak luput publik dapat menjadi bagian dari suatu karya. Walau seni performans dapat dikatakan meliputi kegiatan-kegiatan seni yang lebih mainstream seperti seni teater, seni tari, seni musik, dan bahkan sirkus, umumnya seni yang demikian itu disebut sebagai performing art atau disebut juga sebagai seni pertunjukan dalam bahasa Indonesia; sehubungan dengan hal itu penulis merujuk kepada istilah yang telah disepakati oleh para pelaku seni rupa yang merupakan serapan dari bahasa aslinya (performance art) yaitu, seni performans, dalam tulisan ini untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman yang mungkin terjadi dari kemiripan nama tersebut. Seni performans merupakan istilah yang biasanya mengacu pada seni konseptual atau avantgarde yang tumbuh dari seni rupa dan kini mulai beralih ke arah seni kontemporer

Kesimpulan:

Karya performans Melati seluruhnya bersinggungan dengan relasi antara tubuh dan budaya di mana tubuh tersebut hidup dalam aspek budaya, sosial, dan politik. Melalui keberadaan tubuh, Melati mengekstrak dan menerjemahkan sebuah kejadian menjadi sebuah karya seni yang disampaikannya melalui tubuh fisik dan psikologisnya. Melati menampilkan karya-karya yang membicarakan identitas, energi, politik, serta relasi antara tubuh dan lingkungan sekitarnya.
 
17. Fungsi Seni bagi Kehidupan Manusia: Kajian Teoretik
RO
- Sumber ; https://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/jurnal_buana_pendidikan/article/view/615/442

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; Teori sosiologi mengenai kebudayaan maupun ilmu telah kehilangan tradisi esensialisme, yang disebabkan oleh kebanyakan ilmu-ilmu sosial. Dalam versinya yang telah dikembangkan, esensialisme berasal dari metafisikanya Aristoteles. Pengertian awam,
dalam mengulas karya lukisan
Bi(1993: 77).p

Analisis: 
Dalam konteks ‘ipteks’, dipahami bahwa ilmu, teknologi, dan seni merupakan tiga bidang kegiatan manusia yang tampakampak berbeda atau memang dengan sengaja dibedakan. Ilmu dipandang sebagai bidang kegiatan yang seolah-olah hanya terkait dengan aspek kognisi atau penalaran, teknologi adalah bidang kegiatan yang terkait dengan aspek perbuatan atau psikomotorik dan seni adalah bidang yang berkaitan dengan perasaan atau afeksi. Dengan demikian maka posisi seni (art) akan berada di samping ilmu (science) atau juga ada di ‘samping’ teknologi (technology). Seni dari sudut pandang tersebut adalah bukan ilmu dan juga bukan teknologi. Ini jika kita mengikuti model berpikir ‘trilogi’ tersebut sehingga tiga bidang tersebut tampak berbeda. Di samping itu sebagian orang juga sering membedakan antara tiga bidang kegiatan manusia itu dengan mengatakan bahwa ilmu adalah bidang kegiatan yang berkaitan dengan aspek pikiran (cognition), teknologi berkaitan

Kesimpulan:

Seni sebagai realitas estetis, keindahannya memancarkan suatu kreativitas yang luar biasa. Ia berada dalam lingkungan di mana ia dilahirkan, namun juga tak jarang ia berada di luar lingkungan di mana ia dilahirkan. 

18. KARYA MURAL: KEBEBASAN BEREKSPRESI SENIMAN JALANAN YANG DILINDUNGI HAK CIPTA

- Sumber ; https://ojs.unr.ac.id/index.php/yustitia/article/download/896/775/

- Objek; Karya mural

- Teori / pendekatan ; 

Analisis: 

sebagai suatu karya seni saja, namun juga dipandang sebagai media untuk menyampaikan aspirasi masyarakat, kritik terhadap pemerintah dan komentar terhadap permasalahan yang menjadi perhatian di masyarakat. Terkait dengan hal ini, Jessica Evans dan Stuart Hall menyatakan: Di berbagai kota di dunia ada pola-pola kebiasaan yang mirip, ketika masalah dipecahkan oleh warga dengan cara menarik kesimpulan dari berbagai informasi yang relatif sederhana dan bersifat lokal. Keputusankeputusan seringkali dibuat tanpa ada perencanaan rinci, namun ada sebuah sistem komunikasi yang efektif sehingga memungkinkan warga untuk bertindak kompak dan mengatur diri mereka dan membentuk aspirasi kolektif. Kemampuan untuk mengatur diri untuk dapat berpindah dari satu aturan ke tingkat aturan yang lebih kompleks, para ilmuwan menyebut fenomena ini sebagai “emergence”. Di balik fenomena emergence, selalu ada tindakan-tindakan seseorang atau kelompok yang berperan sebagai agen perubahan.2 Seni mural kini menjadi salah satu bentuk perlawanan populer terhadap kesewenangwenangan serta penindasan penguasa. Mural bisa menjadi bentuk protes politik dan ekspresi pemberontakan orang-orang tertindas di berbagai belahan dunia. Pengaruh protes dalam bentuk mural juga bisa menyebar dengan cepat. Awal perkembangan seni mural tercatat jauh hingga zaman Mesir Kuno. Mural pada masa lalu merupakan penanda peradaban dengan budaya maju pada masanya. Meskipun seni mural mulanya berfungsi memperindah

Kesimpulan: 

Mural merupakan ciptaan yang menjadi objek perlindungan hak cipta. Sebagai sebuah ciptaan, maka seniman jalanan yang membuat mural berhak untuk menikmati hak moral dan hak ekonomi atas karya cipta tersebut. Untuk menikmati hak tersebut, maka seniman harus menyatakan dirinya sebagai pencipta agar dapat membuktikan bahwa ia berhak atas karya seni tersebut. Hal ini dapat menjadi permasalahan baru dimana perspektif aparat pemerintah justru menganggap mural sebagai pelanggaran hukum. Seniman justru akan menyembunyikan dirinya. 

19. ANALISIS SEMIOTIK CHARLES SANDER PIERCE TENTANG TAKTIK KEHIDUPAN MANUSIA: DUA KARYA KONTEMPORER PUTU SUTAWIJAYA

- Sumber ; https://journal.unhas.ac.id/index.php/jlb/article/view/5447/2967

- Objek; Karya seni lukis : 

- Teori / pendekatan ; Kajian semiotik sesungguhnya sudah cukup lama menjadi kajian bagi para peneliti bahasa (susastra), namun bagi para pengkaji budaya visual, khususnya seni rupa relatif masih tergolong baru. Setidaknya ada beberapa buku semiotik berbahasa Indonesia yang dapat dijadikan piranti penelitian untuk menganalisis seni rupa Putu Sutawijaya. Diantaranya tulisan Kris Budiman, (2011) yang berjudul Semiotik Visual. Kekurangan buku ini yaitu tidak banyak menguak kasus-kasus budaya visual (seni rupa) untuk dijadikan sampel analisisnya, tapi lebih kepada penafsiran sastra. Sumbangan buku ini, sebagaimana buku semiotik lainnya, cukup rinci menyodorkan pikiran-pikiran dua tokoh peletak dasar semiotik yaitu Charles Sander Pierce (pragmatis) dan Ferdinand de Saussure (strukturalis).


Analisis: 

Indonesia adalah negara yang memiliki puluhan ribu pulau dan merupakan salah satu negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Keadaan geografis ini jika dikaitkan dengan kesenian (kebudayan), maka Indonesia juga memiliki keberagaman kesenian yang begitu dahsyat. Banyaknya ragam kesenian itu dapat ditelusuri mulai dari pulau-pulau yang telah berpenghuni, kota propinsi, hingga level terendah desa, kampung, dan banjar. Setiap masyarakat memiliki sejarah genealogi yang mewarisi kesenian dari nenek moyangnya di masa lalu. Mereka sebagai stakeholder kesenian tersebut, terus melakukan pembaruan, melanggengkan, dan bertindak sebagai maesenas di mana mereka berdomisili. Bahkan di era digital ini, dimungkinkan seseorang karena kecintaannya terhadap sebuah kesenian dari daerah tertentu tidak tertutup kemungkinan ia sebagai pelindung sekaligus pengembang (maesenas; patron) sebuah kesenian dari daerah lainnya, di mana ia berdomisili. Begitu pesatnya perkembangan dunia filantropi saat ini, telah juga berpengaruh dalam dunia kesenian. 


Kesimpulan:  

IMPULAN Walaupun terlahir sebagai generasi millenial, dengan cara berfikir linier maka sosok Putu Sutawijaya sangat mengagumi dan menghormati norma adat istiadatnya. Ini terbukti dari dua karyanya. Dua karya (Survive dan Pohon Kehidupan), seakan memberikan tuntunan kepada kita bahwa pertarungan kehidupan yang berkarakter survival of fightness (pertarungan hidup mati) dengan norma homo homoni lupus, siapa yang lemah akan dimakan yang lebih kuat, ternyata tidak begitu saja terjadi. Jika seseorang berkemauan dan berkemampuan untuk merapatkan barisannya pada level mikro, dia harus menyiapkan bangunan kokoh sikap integrasi yang ketat sebagaimana filosofi garpu-sendok di atas, sebagaimana ekpresi karya, Survive 1 dan 2 (2017). Ketika filosofi garpu-sendok sudah dijadikan Mandala of life berlandaskan ajaran Weda (sebagaimana Putu pengikut agama Hindu yang puritan) dengan menjunjung tinggi ajaran Tri Hita Karana (hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam sekitar). 

20. Analisa Logo Uma Art Space melalui Pendekatan Teori Semiotika Roland Barthes

- Sumber ; https://jurnal.trisaktimultimedia.ac.id/index.php/magenta/article/download/41/28/

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; Komunikasi 1) Definisi Komunikasi “Bahasa” komunikasi dinamakan sebuah pesan (message). Orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator (communicator), sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan (communicate), (Effendi, 2000:28) Komunikasi yang efektif mengisyaratkan adanya pertukaran informasi (sharing of information) dan kesamaan makna. (Kriyantono, 2012:2)

Analisis: 

Perkembangan dunia sangat pesat, dapat dilihat dari sisi teknologi. Bahkan bukan hanya dari sisi teknologi yang dapat dipertimbangkan, sisi kreativitas mengalami perkembangan yang begitu pesat. UMA Art Space adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang seni dan kreativitas, khususnya seni lukis untuk mengembangkan diri para seniman muda di Indonesia. UMA Art Space menyediakan tempat untuk menampilkan karya para seniman yang ditawarkan dan dipromosikan untuk penikmat seni, dengan kualitas konsep yang kuat, karakter, gaya, dan ekspresi lukisan. Nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam sebuah logo sangat penting karena menggambarkan jati diri perusahaan. Maka dari itu, peneliti memutuskan untuk menemukan makna dan nilai-nilai dalam sebuah logo perusahaan UMA Art Space. Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang kretivitas, tentunya UMA Art Space memiliki identitas visual. Dalam konteks ini, Penulis melihat dan tertarik untuk melakukan analisa terhadap bagian dari identitas visual UMA Art Space yaitu logo. Di dalam logo UMA Art Space terdapat sebuah karakter wayang yang melambangkan sisi tradisional Indonesia, disertai makna tersembunyi.

Kesimpulan:

Dilihat dari sisi konotasi yaitu berdasarkan pengalaman kultural maupun personal, logo Uma Art Space mampu menyampaikan pesan berupa ikatan emosional kepada khalayak. Wayang sudah ada di Indonesia sejak dulu, dan sudah tidak asing bagi masyarakat, sehingga ketika melihat visual logo Uma Art Space, khalayak dapat merasakan sisi tradisional yang ditonjolkan. 

21. Metafora Kembang Api dalam Objek Rancang Galeri Seni Instalasi Indonesia

- Sumber ; https://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/1329

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; pada kajian ini menggunakan teori plato diman mengatakan bahwa sni merupakan tiruan  dari alam 

Analisis: Dalam melakukan pendekatan rancang banyak alternatif yang dapat digunakan, salah satunya adalah dengan pendekatan metafora. Objek yang akan dirancang dengan pendekatan ini adalah Galeri Seni Instalasi Indonesia. Galeri Seni Instalasi Indonesia adalah suatu tempat yang mempunyai fungsi sebagai ruang pamer seni instalasi karya seniman Indonesia juga membantu dalam memasarkan karya seni instalasi bagi seniman di Indonesia dan sebagai wahana entertainment bagi masyarakat kota Surabaya. Pendekatan tema rancangan pada objek ini akan menggunakan pendekatan metafora. Pemilihan tema Kembang Api merupakan pendekatan tema yang berasal dari isu-isu yang berkaitan dengan objek rancang baik secara arsitektural maupun secara kawasan. Galeri akan dimunculkan dari karakteristik sifat-sifat kembang api yang dipindahkan ke dalam karakterisrik objek rancang seperti gemerlapnya cahaya, gubahan bentuk ledakan dari gerakan kembang api, tak beraturan dan unsur kejutan.
Kesimpulan:


22. KAJIAN ESTETIKA SENI BATIK KONTEMPORER MELALUI KARYA KOLABORASI SENIMAN AGUS ISMOYO-NIA FLIAM

.https://jsbn.ub.ac.id/index.php/sbn/article/view/59/44
- Sumber ;

- Objek; Karya seni lukis: batik

- Teori / pendekatan ; 

Analisis: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui estetika seni batik kontemporer karya kolaborasi dari seniman Agus Ismoyo-Nia Fliam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan kritik seni dan estetika, dari aspek makna dan fungsi karya. Hasil dari penelitian ini, menunjukan bahwa makna pada karya batik kontemporer mengandung nilai estetik meliputi nilai budaya kosmologis yang diwujudkan dengan bentuk visual yang terilhami dari alam/kosmos, nilai simbolik yaitu citra yang mengandung makna dan nilai etika atau sikap dari orientasi kehidupan berbudaya. Karya memiliki fungsi personal dan fungsi sosial. Hal ini penting dalam menyikapi karya seniman sebagai pengetahuan intangible, metode tranfser pengetahuan berbasis lokal, dan nilai akar tradisi sebagai konsep tumbuh dalam berkarya seni.

Kesimpulan:
 Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif deskriptif, dengan pendekatan kritik seni dan estetika. Fokus kajian penelitian ini adalah estetika pada makna dan fungsi karya a.Teknik Pengumpulan Data Langkah yang akan dilakukan peneliti sesuai dengan pedoman pengambilan data dalam penelitian kualitatif yaitu sebagai berikut: 1. Observasi Partisipasi, yaitu melibatkan diri langsung dengan objek yang diteliti. Hal ini dilakukan supaya peneliti sebagai instrumen utama (key instrument) dapat merasakan objek yang diteliti dan dapat memberikan penilaian 2. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti yaitu wawancara mendalam dengan struktur pelaksanaan semi terstruktur dan tidak terstruktur. 3. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dan informasi tentang objek penelitian. Dokumentasi ini dilakukan dengan mengambil data yang berasal dari sumber nonmanusia, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data foto karya yang akan dikaji, arsi-arsip dilokasi, audio maupun video guna kepentingan penelitian. b. Analisis Data Guna mengungkap data tersebut, peneliti melakukan langkah analisis secara deskriptif melalui beberapa tahapan, yaitu: 1) Mengidentifikasi data yang terkumpul baik teks maupun bentuk visual dan studi literatur, 2) membaca, mempelajari dan menelaah keseluruhan data yang terkumpul, 3) Mengadakan reduksi data 4)Menyusun dan mengkategorisasikan data berdasar pada masingmasing kategori permasalahan penelitian, 5)mengadakan pemeriksaan data untuk menetapkan keaabsahan data sesuai dengan teori yang telah ditetapkan sebelumnya, baik secara tekstual maupun konstekstual, dan 6) melakukan penafsiran (menginterpretasikan) data berdasarkan pemikiran induktif.


23. TRANSFORMASI KARYA SENI PERFORMANS “PSEUDO DELIGHTS” MENJADI KARYA SENI YANG DAPAT DIKOLEKSI

- Sumber ; https://jurnaladat.org/web/public/full_paper/Jurnal%20Adat%20(24-33)%20-%20Transformasi%20Karya%20Seni%20Performans%20Pseudo%20Delights%20Menjadi%20Karya%20Seni%20yang%20

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ;  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), plagiarisme merupakan suatu bentuk
“penjiplakan yang melanggar hak cipta” (KBBI Daring, 2016). Yang kemudian menjadi
pertanyaan adalah sampai mana batas-batas pelanggaran tersebut terjadi? Seperti juga
dipertanyakan oleh E. Putra kepada mediaindonesia.com apakah pelanggaran hak cipta
tersebut apakah bentuk, teknik atau kah ide yang kemudian terjewantahkan dalam bentuk
karya dari seorang seniman? (Nurcahyadi, 2021).

Analisis: 

Ruang MES 56 merupakan kelompok seniman yang berdomisili di kota Yogyakarta. Kelompok ini bekerja sama dalam mengelola sebuah rumah yang kemudian dijadikan sebagai studio kerja sekaligus kelas belajar dengan konsep ruang bermain sekaligus hunian. Ruang ini dibentuk pada tahun 2002 dengan menggunakan dana pribadi para pendirinya. Komunitas ini memiliki fokus kegiatan pada pengembangan teknik fotografi dan irisannya dengan dunia seni kontemporer serta dengan disiplin ilmu lain yang berkaitan secara kontekstual. Agung N.W, Akiq A.W, Anang S, Angki P, Daniel S.K, Dessy S.A, Edwin D.R, Eko B, Jim A.A, Wimo A.B hingga Wok The Rock adalah sederet seniman lokal yang menjadi inisiator terbentuknya Ruang MES 56. Dilihat dari jumlah pendiri dan latar belakang kreatif yang beragam dari para penggagas Ruang MES 56 ini, maka dapat dilihat bahwa Ruang MES 56 ini didirikan oleh dasar semangat kolektif para seniman yang saling bersinergi dengan sesama dalam komunitasnya. Beberapa lingkup kegiatan rutin dari Ruang MES 56 meliputi program pameran, diskusi, pertukaran kreasi, workshop hingga pengarsipan. Kegiatan-kegiatan ini boleh diikuti oleh semua pengunjung Ruang MES 56. Selain itu, Ruang MES 56 juga sudah sering mengikuti berbagai kegiatan seni yang ada di luar linkungan mereka baik kegiatan di tingkat regional maupun di tingkat internasional. Kehadiran Ruang MES 56 sebagai ruang kreatif alternatif ini memiliki tujuan utama untuk mendorong dan meningkatkan keberadaan seni kontemporer di Indonesia yang biasanya, kegiatan-kegiatan nya didukung oleh donasi pribadi dan berbagai institusi non-profit serta komersil.

Kesimpulan:

Tahap awal pembuatan karya adalah tahap berbelanja bahan makanan. Bahan-bahan makanan dibeli dari berbagai tempat yang lumrah ditemui atau mudah dijangkau oleh ‘rakyat biasa’ dan dengan harga yang murah. Selain itu, bahan-bahan yang dipilih pun mencerminkan ke-khasan Nusantara. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun sedemikian rupa sehingga menjadi karya apropriasi dari karya-karya milik Ayako Suwa namun menggunakan bahan-bahan berciri khas Nusantara yang sudah dibeli sebelumnya. Bahan-bahan yang sudah disusun tersebut kemudian didokumentasikan melalui media foto dan video dengan memanfaatkan prinsip-prinsip desain sebagai panduan estetis nya. Gambar 5 sampai dengan Gambar 7 adalah hasil dari karya apropriasi tersebut yang disusun berdampingan agar dapat terlihat perbandingan nya. Gambar 8 adalah hasil screen shot video dokumentasi performance art yang mengadaptasi ambience, tone and manner suasana karya Ayako Suwa tersebut. Dengan mendokumentasikan karya-karya ini ke dalam media foto, maka penulis telah melakukan transformasi karya seni performans Pseudo Delights menjadi karya seni yang dapat dikoleksi sehingga dapat masuk seleksi 15 besar finalis Bandung Contemporary Art Award #7 di Galeri Lawangwangi, Bandung 


24. Analisis Makna Pesan Yang Terkandung Di Dalam Relief Ukiran Bangunan Pura Umat Hindu

- Sumber ; https://jurnal.unived.ac.id/index.php/jmi/article/download/3885/3615/

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; pada kajian ini menggunakan teori plato diman mengatakan bahwa sni merupakan tiruan  dari alam 

Analisis: Komunikasi merupakan aktivitas pertukaran pesan antar komunikator dan komunikan. Komunikasi juga dapat diartikan sebagai aktivitas manusia berupa karya seni yang mengandung makna dari sebuah pesan yang ingin disampaikan, penyampaian pesan melalui seni menjadi suatu langkah strategis dalam mengkomunikasikan maksud komunikator terhadap komunikan. Komunikasi membantu umat manusia untuk memahami makna-makna kehidupan yang tampaksamar tanpa adanya komunikasi. Ruang lingkup komunikasi mempengaruhi secara keseluruhan akspek kehidupan masyarakat tidak terkecuali dalam dunia seni dan budaya yang ada di masyarakat khususnya masyarakat Indonesia. Indonesia merupakan Negara yang memiliki keberagaman budaya yang sangat kompleks di antaranya kesenian-kesenian warisan budaya baik di dalam seni tari, seni musik, seni bahasa, seni adatistiadat maupun seni rupa yang berupa pahatanpahatan dan ukir-ukiran serta relief bangunan yang menggambarkan makna tertentu di dalamnya.



25. EKSISTENSI ZIRWEN HAZRY DALAM BERKARYA SENI LUKIS

- Sumber ; https://onesearch.id/Record/IOS5299.1796/TOC

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dalam penelitian menurut Nasir dalam Iskandar (2009:88- 7 89) adalah “suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran atau pun suatu kelas peristiwa pada seseorang”. Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif guna meneliti objek penelitian ini yaitu eksistensi Zirwen Hazry dalam berkarya seni lukis

Analisis:

 Sumatra Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki dunia berkesenian yang unik, walaupun Sumatra Barat memiliki perkembangan seni yang tidak sepesat di pulau Jawa, seperti Jakarta, Bandung, maupun Yokyakarta. Seperti yang diungkapkan oleh Sumardjo (2000: 17) “daerah penting kedua dalam menyumbangkan seniman Indonesia modern adalah Sumatra Barat”. Di antara seniman modern kekinian dari Sumatra Barat perhatian penulis muncul terhadap Zirwen Hazry, beliau kelahiran 21 Maret 1968, di Taratak Payakumbuh Sumatra Barat ini adalah ketika meraih peringkat pertama The Teachers Painting Competition and Exhibition of International Art Festifal


26. Gelaran Almanak Seni Rupa Jogja
- Sumber ; https://books.google.co.id/books?id=EdL-DwAAQBAJ&pg=PA60&lpg=PA60&dq=jurnal+karya+seniman+dan+teorinya&source=bl&ots=9PQqZ5if1o&sig=ACfU3U2KdE-VJYtSpv-aFKQRp66BjJwq6A&hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwjTuN_S5eyCAxXZfGwGHcExC5w4ggEQ6AF6BAgDEAM#v=onepage&q=jurnal%20karya%20seniman%20dan%20teorinya&f=false

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; pada kajian ini menggunakan teori plato diman mengatakan bahwa sni merupakan tiruan  dari alam 

Analisis: 

188 GELARAN ALMANAK

keprihatinannya akan minat batik di kalangan ge- nerasi muda, maka ia mulai membuka diri untuk memberikan kursus kepada sekolah-sekolah dan pondok pesantren. Kepopulerannya di kalangan wisatawan asing sebenarnya hanya melalui gethok tular antarwisatawan. Semula ia mengawali kursus batiknya hanya karena kepepet. Waktu itu ia me- nemui dua orang turis asing yang sedang duduk di depan rumahnya. Mereka kecewa karena tidak menemukan tempat kursus membatik. Kemudian kepada mereka ia menawarkan diri untuk mem- berikan kursus membatik. Dari dua orang turis tersebut, kemudian ia terkenal sebagai guru mem- batik. Namanya pernah tertulis di Washington Post dan tercantum dalam buku petunjuk wisata internasional, misalnya saja dalam buku Student Guide to Asia karya David Jenkins dari Australia. Di sana disebutkan bahwa Hadjir adalah seorang guru batik yang dapat berbahasa Inggris tanpa sa- lah. Menurut catatannya kini sudah terdapat 3113 turis yang pernah belajar kepadanya. Dengan me- mungut biaya sebesar USS 30 atau setara dengan Rp 240.000,- seorang turis dapat belajar membatik selama tiga hari. Sekarang dia berharap bahwa namanya akan tercatat dalam MURI sebagai guru

27. ANALISIS GAMBAR EKSPRESI DENGAN MEDIA PENSIL WARNA DITINJAU DARI KECENDERUNGAN OBJEK DAN KESESUAIAN TERHADAP TEORI PERKEMBANGAN ANAK PADA SEKOLAH TK UMAIRA KOTAMADYA MEDAN TAHUN 2016

- Sumber ; https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/1848549

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; pada kajian ini menggunakan teori plato diman mengatakan bahwa sni merupakan tiruan  dari alam 

Analisis: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan objek gambar ekspresi media pensil warna dan kesesuaian terhadap teori perkembangan anak pada sekolah TK Umaira Kotamadya Medan Tahun 2016. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari Maret 2016 sampai Mei 2016. Metode yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data melalui observasi dan dokumentasi. Analisis data melalui aspek penilaian dan ciri perkembangan anak. Populasi penelitian adalah hasil karya dari 95 orang siswa dan sampel yang diambil dengan teknik Cluster random Sampling yaitu sebanyak 48 sampel karya dari 48 anak. Hasil temuan pada penelitian anak-anak TK Umaira adalah objek rumah sebanyak 22 (45,8%), manusia sebanyak 19 (39,5%), bunga sebanyak 12 (25%), pelangi dan awan sebanyak 6 (12,5%), pohon sebanyak 6 (12,5%), binatang sebanyak 4 (8,3%), tangga sebanyak 4 (8,3%), mobil sebanyak 3 (6,25%). Kata Kunci: Gambar Ekspresi, Pensil Warna,


28. Analisis Karya Lukis Rasyid Maulana Arifudin Dalam Pameran Art For Orangutan

- Sumber ; https://journal.unj.ac.id/unj/index.php/qualia/article/view/34500

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; Metode penelitian menggunakan kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara semi terstruktur. Hasil penelitian menemukan beberapa analisis dalam karya yang berjudul “Ajur Ajer” yaitu onsep yang diangkat dalam karya, media yang digunakan, objek yang dituangkan dalam karya serta pesan yang disampaikan dalam karya. Menggunakan sosok diri sendiri sebagai objek dalam lukisan menjelaskan bahwa kita  perlu memanfaatkan diri kita sendiri, menghargai, sesekali objek dalam membuat lukisan tidak harus menggunakan model orang lain.

Analisis: 

 Karya seni dalam sebuah pameran memiliki makna dan ceriita tersendiri yang menarik untuk dibahas. Penelitian ini bertujuan untuk menilai dan menanggapi kualitas salah satu karya seniman muda Rasyid Maulana Arifudin asal klaten serta menemukan pesan yang disampaikan seniman melalui karya seni lukis yang berjudul “Ajur Ajer” dalam pameran Art For Orangutan. Penelitian ini disusun berdasarkan pengetahuan yang telah didapat dalam mengkritik, melalui pengamatan seraca langsung, dan sedikit informasi mengenai karya dari sang seniman. 



29. LUKIS POTRET KARYA SOLICHIN TOTOK: KAJIAN NILAI ESTETIK DAN PROSES PENCIPTAAN

- Sumber ; https://onesearch.id/Record/IOS5299.1796/TOC

- Objek; Karya foto

- Teori / pendekatan ; Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan data, gambar dan perilaku orang yang diamati dengan menggunakan katakata atau dengan kata lain penelitian ini mengkaji tentang nilai estetika dan proses penciptaan lukis potret karya Solichin. Metode penelitian kualitatif memang

Analisis: Ada beberapa perupa Semarang yang memiliki teknik dan kemampuan melukis tidak kalah bagus dengan seniman dari daerah lain, baik dari dalam maupun luar negeri. Salah seorang seniman berkarakter dibidang lukis potret adalah Achmad Solichin Totok Setianto atau lebih dikenal dengan Solichin Totok. Beliau adalah seorang seniman otodidak kelahiran Kota Semarang. Solichin mulai berkecimpung di dunia seni pada tahun 2002 hingga sekarang. Meskipun tidak memiliki background akademik di bidang seni, karya lukis potret yang dihasilkan Solichin tidak diragukan lagi. Pengalaman berkesenian beliau dapatkan dari hasil eksplorasi dengan seniman jalanan. Proses pengamatan yang dilalui membuat Solichin memahami tingkat keberhasilan dalam berkarya seni realis. Sehingga Solichin mampu menciptakan tekniknya sendiri secara alami dan memiliki gaya lukisan yang berkarakter. Tak hanya itu Solichin juga mampu mempraktikkan dan menjelaskan tahapan demi tahapan di khalayak ramai dengan waktu yang singkat. Pada setiap kesempatan beliau mampu meluangkan waktunya untuk berbagi pengalaman estetis kepada para seniman dan apresiator yang tertarik untuk belajar tentang melukis potret.

Kesimpulan:

Pada lukisan potret Solichin terdapat nilai estetik, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Nilai intrinsik pada lukisan Solichin adalah terletak pada unsur-unsur visual dan prinsip desain pada lukisannya, seperti setting cahaya, bentuk, komposisi yang hebat, gestur yang luwes, halus dan subjek utama tampak jelas menjadi center of interest. Background yang ditampilkan dengan kesan kabur/ blur membuat ciri khas yang terdapat pada lukisan potret Solichin. Subjek utama dibuat dengan kesan cahaya yang memusat satu arah pada subjek yang membentuk kesan bidang trimatra akibat pengaplikasian highlight dan bayangan. Sedangkan nilai ekstrinsik yang terdapat pada lukisan Solichin secara umum adalah nilai humanis. Mencitrakan subjek manusia yang berkarakter saat mengekspresikan problematika kehidupan. Hal ini didasari pada sebagian besar lukisan potret Solichin yang banyak mengangkat tema tentang potret Human Interest.
 
30. Karakteristik Visual Pada Karya – Karya Seniman Sanggar Dewata Indonesia

- Sumber ; https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/cilpa/article/view/12427

- Objek; Karya seni lukis

- Teori / pendekatan ; Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi, serta dianalisis melali teknik analisis kualitatif dengan tahapan reduksi data, penyajian data serta kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan (1) karakteristik visual pada karya seniman Sanggar Dewata Indonesia saat ini sangat beragam, beberapa seniman telah meinggalkan ikon – ikon bali dalam visual dalam karyanya. (2) Konsep Bali tidak dihilangkan karena itu adalah ruh dalam karya seniman Sanggar Dewata Indonesia, meskipun pada karya tidak Nampak ikon – ikon visual Bali. Konsep tersebut adalah Tri Hita Karana, Desa Kala Patra, Rwa Bhineda, Tat
Twam Asi, Karmapala, Taksu, dan Menyame Braya. (3) Semangat nasionalisme bernegara lewat berkesenian, membuat seniman Sanggar Dewata Indonesia mengemban tugas serta fungsi yang sangat penting yaitu menyuarakan kehidupan berbangsa yang plural, menyuarakan kekayaan tradisi serta nilai lokalitas dan harmoni dalam perbedaan. Dalam prosesnya seniman Sanggar Dewata Indonesia selalu melihat hal – hal disekitar sebagai
bentuk keresahan yang dituangkan ke dalam karya.

Analisis: 

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana (1) karaktersitik visual karya – karya seniman Sanggar Dewata Indonesia (2) konsep dan gagasan, dan (3) factor dan proses seniman Sanggar Dewata Indonesia berkarya. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi yang menggunakan teknik deskriptif. Ini nmerupakan kajian dari beberapa sumber literasi, seperti buku, jurnal, dan katalog pameran seni. Dan kajian mengenai ini sudah penulis temukan, lalu objek dari penelitian ini adalah seniman Sanggar Dewata Indonesia






 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menganalisis perjalanan karya seni ke galeri wisma geha

TUGAS FILSAFAT TEORI SIGNIFIKAAN FORM DAN MIMESIS